Jakarta – Arti kemerdekaan berbeda bagi sejumlah orang dan sektor bisnis. Di sektor internet dan teknologi, pakar menyebut merdeka berarti kemandirian internet.
Pakar IT Bicara Kemerdekaan Pengembangan Teknologi Ahmad Faizun berpendapat, Indonesia perlu mengembangkan teknologi dengan masih di berbagai bidang. Hal itu diperlukan demi meningkatkan daya saing yang pada akhirnya berdampak pada ekonomi.
Pakar IT Bicara Kemerdekaan Pengembangan Teknologi Salah satu contohnya adalah di bidang pangan. Untuk meningkatkan produktivitas pertanian, dia mencontohkan karena teknologi, program percontohan di desa kecil di Klaten, Jawa Tengah yang telah mampu membuat bibit unggulan dan praktik bercocok tanam dengan pupuk organik berhasil panen dengan hasil gabah kering panen 9 ton per ha, sebagai hasil minimum, dan 13-14 ton per ha untuk hasil maksimal.
“Bila ini diwujudkan, pendapatan per kapita di sektor ini, akan naik 2 x UMR yang sekarang ada di daerah tersebut sekaligus mendukung program ketahanan pangan nasional,” kata Faiz, panggilan akrabnya. Rabu (17/08/2022)
Selain itu, lanjutnya, perkembangan teknologi juga harus digenjot pada industri fintech di Indonesia. Menurutnya terobosan di sisi digital dan sistem kredit, harusnya tidak hanya di sektor konsumsi yang imbasnya mendorong kegandrungan masyarakat berutang secara online hingga akhirnya meresahkan.
“Pemerintah bisa mendukung implementasi L/C (SKBDN) digital dan cash flow financing secara digital, dengan teknologi blockchain yang aman dan sudah diadopsi banyak bank International di banyak negara. Adopsi penyaluran kredit korporasi dengan keamanan berlapis, membuat transaksi keuangan semakin cepat, transparan dan menurunkan cost of fund secara keseluruhan,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, salah satu tantangan di sektor digital adalah keterbukaan internet yang dinilainya bisa menjadi celah internet di Indonesia diisi konten yang berbahaya terutama bagi anak-anak. Dia usul, Indonesia perlu membuat suatu internet mandiri, mengikuti negara tirai bambu dengan “China Great Firewall” dan Rusia melalui “Sovereign internet law”.
“Yang pada intinya meminta pada penyedia layanan internet (ISP) untuk memasang pemantau (firewall dan pemeriksa konten), sehingga negara bisa memeriksa, membatasi dan menghalau hal-hal yang meracuni mental anak bangsa, sehingga potensi subversive, pencuritan data sampai racun kebudayaan dapat terdeteksi dini dan terminimalisir. Sebetulnya hal ini, sudah dimulai oleh Kemenkominfo, agar BUMN dan perusahaan nasional memasang IP Filterring, untuk memblokir daftar alamat internet yang tidak baik (internet positif), tapi ini belum bersifat massif, dan membuat Indonesia tergolong negara yang tergolong permisif terhadap lalu lintas data internetnya,” bebernya.
“Indonesia perlu membangun internet mandiri yang kokoh, yang akan tetap aktif mendukung ekonomi dan bisnis Indonesia, pada saat misalnya terjadi peperangan dengan negara lain, dan kita diembargo secara digital oleh negara lain,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan