Adopsi memanfaatkan teknologi digital menjadi sebuah keniscayaan, seperti yang nyata terlihat dan dirasakan oleh generasi Millenials dan Gen X dalam cara mereka mengakses musik. Tak hanya itu, Akselerasi dan transformasi digital telah mengubah cara orang, termasuk para pelaku industri music, dalam melakukan pekerjaan, layanan atau usaha.
Di era analog, akses mendengarkan musik dimungkinkan melalu media yang berwujud fisik seperti piring hitam, kaset, dan compact disc. Cara ini kemudian berubah secara perlahan di era Internet of Things (IOT), di mana musik mulai dapat diakses secara digital melalui komputer, baik audio maupun audio-visual, hingga akhirnya, hari ini musik dapat dinikmati melalui streaming secara digital.
Namun yang perlu diingat, perubahan yang terjadi akibat kemajuan teknologi digital harus disikapi dengan bijak. Para pelaku industri harus belajar dan memahami memanfaatkan teknologi digital untuk membuat musik, memproduksi, mempromosikan, mendistribusikan, dan menghasilkan uang dari karyanya. Adaptasi harus dilakukan agar dapat terus bertahan hidup.
Dalam acara ‘Breakfast with Resso’ (BwR) yang diadakan oleh Resso sebagai aplikasi streaming musik sosial, ditemukan bahwa pemanfaatan potensi teknologi digital ternyata masih terbatas pada para pelaku industri musik di kota-kota besar saja, terutama di Jawa dan Bali. Kesenjangan pengetahuan dan pemahaman tentang teknologi digital, keinginan untuk melakukan perubahan, serta minimnya infrastruktur digital masih dirasakan di banyak daerah di Indonesia.
Aldo Sianturi, Chief Digital Officer – Demajors, mengatakan bahwa proses transisi dari era musik fisik ke digital memang membawa pengaruh besar di dunia musik. Namun, teknologi ada untuk mendukung dan memudahkan kebutuhan sehari-hari manusia.
“Kehadiran berbagai platform digital tentunya harus dimanfaatkan secara optimal oleh musisi untuk menjangkau pendengar di Indonesia, Asia dan global. Tidak dapat dipungkiri bahwa cara menikmati musik di era digital sekarang sudah lumrah, namun akan selalu ada musisi dan pendengar yang tetap memproduksi dan mengakses musik melalui cara-cara lama. Maka, diperlukan strategi yang tepat bagi musisi agar karyanya tersedia di semua market, baik secara fisik maupun digital,” katanya, mengutip siaran tertulis.
Mewakili generasi musisi milenial, Faiz Novascotia, penyanyi-penulis lagu yang membesut group Reality Club, juga mengakui bahwa teknologi digital telah memudahkannya dalam membuat dan memproduksi lagu.
“Tentunya semua perkembangan teknologi hingga kini, masih banyak yang harus dipelajari, dilakukan, dan diadaptasi. Semakin banyak kolaborasi dalam ekosistem musik, akan semakin baik, karena kita semua ingin mencapai tujuan yang sama,” ungkapnya.
Kehadiran berbagai platform digital bagi kreator konten dan musik sebagai imbas akselerasi teknologi digital menuntut mereka untuk juga dapat memperkenalkan, mengedukasi, dan membuka akses bagi musisi lokal dan indie, agar dapat menampilkan karya mereka.
Hal ini yang menurut Christo Putra, Head of Music & Artist Operations sudah dilakukan juga oleh SoundOn Indonesia, sebuah platform all-in-one untuk keperluan pemasaran dan distribusi musik.
Christo menjelaskan bahwa, “Masih banyak musisi Indonesia yang masih berupaya untuk memahami cara untuk menjangkau audiens mereka dan memonetisasi karya mereka. Selama ini, mereka cukup puas dengan mengunggah karya di kanal video yang ada, padahal banyak yang bisa dilakukan agar karya mereka menjangkau audiensnya. Kami ingin menjembatani kebutuhan tersebut dengan mengedukasi, menginkubasi dan membimbing para kreator musik.”
Tama, panggilan Mahwari Sadewa Jalutama, Head of Operations, TikTok Indonesia, memaparkan bahwa jika terkait musik, “TikTok saat ini tidak hanya menjadi tempat penemuan musik dan tren terbaru, tapi juga menjadi platform di mana musik dan tren lama menemukan hidup baru. Kekuatan kreator kami yang penuh kreativitas tanpa batas memungkinkan hal ini terjadi.”
Bahkan dikatakan Tama, banyak musisi yang tengah naik daun, mengawali kariernya sebagai kreator TikTok, seperti Jebung, Idgitaf, Fabio Asher, Elsa Japasal, Mitty Zasia, dan masih banyak lagi.
Bagi Resso, teknologi digital memampukan orang untuk mengakses musik dengan lebih mudah dan inklusif.
“Kami sangat aware dengan perkembangan yang ada di industri. Bisa dikatakan, platform teknologi TikTok, SoundOn, dan Resso diciptakan sebagai upaya untuk mendukung industri musik. Resso terus melakukan berbagai inisiatif seperti editorial, kurasi, dan katalog untuk membuat pengalaman menemukan musik menjadi lebih mudah, serta sangat terbuka untuk saran dan kolaborasi yang dapat memajukan industri ini bersama,” jelas Matthew Tanaya, Artist Promotions Lead Resso Indonesia.
Di sisi lain, pengamatan jurnalis musik Al Sobry melihat adanya peningkatan peran platform digital sebagai sumber informasi. Jika dulu radio menjadi sumber informasi musik, lagu, dan artis, bahkan turut membentuk selera musik pendengar, sekarang peran tersebut sudah diambil alih oleh berbagai platform digital, termasuk TikTok.
“Industri musik kita memang masih dan sedang beradaptasi dengan teknologi digital, dan para musisi sudah harus mulai memikirkan konten digital mereka, kalau pun bukan oleh musisinya sendiri, mereka bisa memanfaatkan talenta digital yang ada,” tutur Sobry, yang kemudian menyoroti perlunya mengasah kemampuan talenta digital dengan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan untuk mengisi peluang kerja yang ada.
Tinggalkan Balasan